Keterangan fhoto :Ketua Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM PC. Nahdlatul Ulama Padang Lawas), Amran Pulungan, SE. MSP
PalasTerkini
Sibuhuan : Hasil Pemilukada serentak 27 November 2024 menjadi harapan tersendiri bagi masing-masing daerah, Baik wali kota, bupati, maupun gubernur, akan memasuki fase 100 hari pertama dengan penilaian tinggi dari publik.
Demikian disampaikan, Ketua Lembaga Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM PC. Nahdlatul Ulama Padang Lawas), Amran Pulungan, SE. MSP, kepada wartawan, 21 Mei 2025 di Pasar Sibuhuan.
Menurutnya, momen ini bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi indikator awal dalam menilai kapasitas, komitmen, skala prioritas, efektivitas, dan yang paling penting, keberpihakan kepala daerah. Apakah mereka benar-benar berada di pihak rakyat, atau justru lebih condong kepada kepentingan para pemodal atau kelompok.
Pandangan politik modern, 100 hari pertama sering dianggap sebagai uji kelayakan seorang pemimpin dengan rakyatnya.
Fase ini sangat krusial dalam menetapkan fondasi pemerintahan yang kuat. Sejarah telah membuktikan bahwa keberhasilan atau kegagalan dalam masa ini dapat menjadi cerminan arah kepemimpinan ke depan.
Berbagai penjelasan Para ahli politik menjadikan momentum 100 hari kerja adalah periode strategis yang sangat menentukan persepsi publik terhadap kepala daerah.
Lebih jelas, Amran Pulungan yang juga Direktur Eksekusi Lembaga Pemerintah Pembaharuan Indonesia (LP2I) mengutip pernyataan "John W. Kingdon, dalam bukunya Agendas, Alternatives, and Public Policies, menjelaskan tentang konsep policy window atau jendela kebijakan yang terbuka di awal pemerintahan. Pada fase ini, pemimpin memiliki momentum besar untuk mendorong program-program prioritas. Jika kesempatan ini tidak dimanfaatkan dengan baik, momentum politik bisa meredup, dan kepercayaan publik mulai luntur".
Rakyatnya menunggu dan melihat kinerja dalam menentukan
Skala prioritas yang realistis dalam menjalankan janji kampanyenya. Bukan realisasi semua janji kampanye dapat langsung diwujudkan dalam waktu singkat. Hanya saja rakyat melihat kebijakan dan strategi pemimpinnya, terutama jika menghadapi kendala birokrasi, keterbatasan anggaran (terlebih di tengah kebijakan efisiensi), atau dinamika politik lokal. Oleh karena itu, kepala daerah harus mampu memilah program yang memiliki dampak nyata dalam jangka pendek tanpa mengorbankan agenda pembangunan jangka panjang.
Sebagai contoh, dengan nyata sudah dilakukan beberapa kepala daerah seperti halnya, mereformasi pelayanan publik dengan menerapkan sistem berbasis digital dan melakukan pembenahan SDM dengan melakukan rotasi jabatan kepada ahli yang memiliki kualifikasi dan integritas yang baik. Sehingga dapat berjalan lancar melalui peningkatan efisiensi birokrasi, tetapi juga menunjukkan komitmennya terhadap transparansi dan inovasi.
Sementara ada juga yang melakukan langkah kebijakan Sharing City Seoul, yang mendorong kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan sumber daya publik secara lebih efektif.
Amran juga berpendapat bahwa penilaian, berdasarkan 100 hari pertama bisa menjadi dua kemungkinan. Pertama, tekanan untuk menunjukkan hasil cepat dapat mendorong pemimpin mengambil keputusan tergesa-gesa tanpa perencanaan matang, yang berpotensi menimbulkan masalah jangka panjang. Kedua, bisa sebaliknya, pendekatan yang terlalu hati-hati bisa menimbulkan persepsi kurangnya inisiatif atau kepemimpinan yang lamban.
Diposisi inilah seorang pemimpinan sangat penting untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akan tindakan cepat dengan perencanaan strategis yang matang.
Masa-masa awal kepemimpinan, setiap langkah harus diambil dengan penuh perhitungan agar tidak menimbulkan dampak yg negatif dalam jangka panjang.
Namun dalam tindakan dan kebijakan, seyogianya melihat atas kebutuhan masyarakat banyak.
Membangun kepercayaan publik saat ini, Anies Baswedan, ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, dalam 100 hari pertamanya fokus pada penataan sistem transportasi publik dengan memperkenalkan kebijakan integrasi antarmoda sebagai suatu sistem yang menghubungkan moda transportasi seperti transportasi darat, sebagai contoh kereta api, sehingga dapat memfasilitasi penumpang untuk menyelesaikan keseluruhan perjalanannya dengan menggunakan lancar.
Dan perlu di ingat, kegagalan dalam 100 hari pertama juga kerap terjadi, terutama jika pemimpin terlalu sibuk mengakomodasi kepentingan politik tanpa fokus pada kebutuhan rakyat. Sehingga dapat membuat kegagalan dalam merencanakan dan merealisasikan janji kampanyenya dan pada akhirnya dianggap hanya “Omon-Omon doank”.
100 hari pertama bukan sekadar simbolisme politik, tetapi merupakan kesempatan emas pemerintah. Oleh karena itu, kepala daerah yang baru terpilih harus menyadari bahwa mereka tidak hanya diuji oleh janji-janji politik yang mereka lontarkan saat kampanye, tetapi oleh tindakan nyata yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat.( Red)